Monday, 24 October 2011

bOs OR pEMIMpIN ?

Maaf SOB kalo ane repost yah cuman niatnya emang baik.. agar kita selalu tau bahwa semua memiliki jalandan jalurnya masing – masing namun alangkah lebih baiknya kebijakan kita adalah mampu memilah dan memilih sesuatu yang pantas. Beda antara BOS dan Pemimpin bisa anda lihat di bawah ini :
  1. Seorang BOS menciptakan rasa takut dalam diri anak buahnya sedangkan Seorang PEMIMPIN membangun kepercayaan
  2. Seorang BOS mengatakan “saya”. Seorang PEMIMPIN mengatakan “kita”
  3. Seorang BOS tahu bagaimana pekerjaan harus dilakukan.Seorang PEMIMPIN tahu bagaimana suatu karier harus ditempa
  4. Seorang BOS mengandalkan kekuasaan.Seorang PEMIMPIN mengandalkan kerjasama.
  5. Seorang BOS menyetir dan Seorang PEMIMPIN memimpin
  6. Seorang BOS menyalahkan. Seorang PEMIMPIN menyelesaikan masalah dan memperbaiki kesalahan
  7. Seorang BOS menguasai 10% tenaga kerja bermasalah.Seorang PEMIMPIN menguasai 90% tenaga kerja yang kooperatif.
  8. Seorang BOS menyebabkan dendam bertumbuh.Seorang PEMIMPIN memupuk antusiasme yang bertumbuh
  9. Seorang BOS menyebabkan pekerjaan menjemukan. Seorang PEMIMPIN menyebabkan pekerjaan menyenangkan/menarik
  10. Seorang BOS melihat masalah sebagai musibah yang akan menghancurkan perusahaan.Seorang PEMIMPIN melihat masalah sebagai kesempatan yang dapat diatasi staff yang bersatu padu, dan berubah menjadi pertumbuhan.
  11. INGAT. SEORANG BOS BERKATA, “PERGI! “SEORANG PEMIMPIN BERKATA, “AYO PERGI”
  12. BOS kebanyakan Otoriter sedangkan pemimpin Demokratis
Nah, jika suatu saat kamu cukup beruntung berada di situasi seperti itu, yang mana yang mau kamu pilih, mau jado BOS atau seorang Pemimpin? pilihan ada di tanganmu *Apasih.com*

Sunday, 23 October 2011

10 tips tuk kamu dunia kampus


Image : Corbis.com
Image : Corbis.com
Dalam buku 101 Things To Do Before You Graduate, Patricia Hudak dan Jullien Gordon menuliskan hal-hal seru agar para mahasiswa dapat memaksimalkan pengalaman mereka dan bersiap menghadapi dunia.

1. Selesaikan tugas satu minggu lebih awal
Ini adalah kesempatanmu untuk menemukan atau membuat tantangan yang sangat kamu sukai dan membuatmu larut menekuninya, yaitu dengan menyelesaikan tugas kuliah sesuai dengan tenggat waktumu sendiri, bukan batas yang diberikan dosen. Kamu perlu menantang diri sendiri untuk menyelesaikan tugas dengan sangat baik, dari pada sekadar untuk mendapatkan nilai. Hasil kerja yang baik jauh lebih bernilai dibandingkan nilai, ia akan menjadi pekerjaan yang kamu banggakan di samping nilai yang pasti kamu raih.

2. Publikasikan karyamu

Banyak cara untuk memublikasikan karyamu di kampus. Kamu bisa menulis opini untuk koran kampus sebagai cara membagikan idemu tentang isu yang sedang berkembang.  Kamu juga bisa menulis hasil penelitian yang kamu lakukan dengan dosenmu (lihat nomor 10). Atau kamu juga bisa menerbitkan buku. Dengan menerbitkan karyamu di media selain blogmu sendiri, akan menambah kredibilitas atas ide, pikiran, serta tulisanmu.

3. Lamar beasiswa
Banyak beasiswa tersedia untuk berbagai bidang studi jika kamu tekun mencarinya. Proses lamaranmu sendiri bernilai lebih di luar alikasimu diterima atau tidak. Menulis esai yang bisa membuatmu mendapatkan $10 ribu adalah semudah menulis semua esai yang pernah kamu buat. Kapan lagi punya kesempatan mendapatkan banyak uang dalam waktu singkat, kan?

4. Sarjana 10 kali lebih siap
Meski kamu akan siap menghadapi dunia, kamu tetap harus lulus kuliah. Ketika banyak dari teman sekelasmu kembali ke rumah, kamu akan mendapatkan hasil dari yang kamu investasikan. Dengan lulus kuliah, kamu akan membuat orangtuamu bangga. Tapi yang paling penting, kamu akan membuat dirimu bangga dengan meraih gelar sarjana dan memersiapkan dirimu menghadapi hidup dengan lebih baik.

5. Berpartisipasi dalam tradisi kampus

Beberapa kampus memiliki tradisi unik yang membedakannya dengan kampus lain, seperti kekhasan ospek tiap kampus. Jangan lupa juga tradisi lain seperti tur kampus. Kamu bisa saja tidak mengikuti ritual 'kuno' atau 'norak' itu, tapi dengan begitu, kamu tidak akan merasakan asyiknya bersenang-senang bersama teman sekampus dan menjadi bagian dari sejarah kampusmu.

6. Menjadi pemimpin organisasi kampus  
Kepemimipinan kini menjadi mata uang nomor satu dalam pasar tenaga kerja. Ia lebih penting daripada nilai indeks prestasi kumulatif (IPK)-mu, fakultas atau jurusan yang kamu masuki, atau bahkan dari mana kampusmu. Masa kuliah adalah masa paling baik untuk mengembangkan sisi kepemimpinanmu karena banyak kesempatan yang bisa kamu ikuti. Misalnya dengan menjadi anggota badan eksekutif mahasiswa (BEM), himpunan mahasiswa (Hima), dan unit kegiatan mahasiswa (UKM)

7. Ikuti tur kampus

Tur kampus akan membantumu leih mengenal kampusmu dan mengajarimu hal-hal yang tidak kamu ketahui. Cari tahu tradisi kampusmu (lihat nomor 15), atau cari tahu jalan tercepat menuju kelasmu. Kampus menawarkan berbagai sumber daya dan kesempatan. Jika kamu tidak mengetahui apa yang ada di kampusmu, kamu akan kehilangan banyak hal dari biaya pendidikan yang sudah kamu bayar.

8. Hadiri kuliah umum

Dekanat atau rektorat ahli dalam mendatangkan berbagai pakar dan tokoh ke kampus. Tidak ada tempat lain di mana kamu bisa belajar langsung dari para ahli dan bertemu langsung dengan mereka selain kampus. Dengan menghadiri kuliah umum, kamu tak hanya mendapat berbagai pemikiran dari orang-orang besar tapi juga nilai lebih dari dosenmu.  

9. Masuk ke ikatan alumni

Ikatan alumni adalah tempat di mana kamu bisa mengembangkan jejaring dengan para profesional dari almamatermu. Jejaring ini dapat membantumu mengembangkan sisi profesional lewat proses mentoring baik secara formal maupun informal. Selain itu, ikatan alumni dapat menjadi wadah bagi kamu yang ingin mengeksplorasi berbagai tipe karier.

10.  Persiapkan ujian kelulusanmu

Seperti halnya kamu belajar ketika menghadapi ujian masuk ke perguruan tinggi, kamu juga sebaiknya mempersiapkan diri untuk ujian kelulusanmu di kampus. Dengan begitu, kamu tidak akan 'ngos-ngosan' ketika sidang kelulusan.  

Tuesday, 11 October 2011

adduh jerawat ku

Jerawat memang selalu jadi problem remaja. Perlu diketahui, timbulnya jerawat pada remaja disebabkan perubahan hormon selama masa pubertas yang dapat merangsang kelenjar sebasea (kelenjar penghasil minyak) di kulit menjadi lebih aktif dan menghasilkan minyak yang berlebih. Biasanya jerawat muncul di wajah, leher, dada, punggung, dan bahu. Timbulnya jerawat pada remaja merupakan hal yang normal. Seiring bertambanya usia, kelenjar minyak akan berproduksi normal kembali dan jerawat dapat hilang dengan sendirinya.
Untuk mengatasi jerawat yang timbul pada remaja, ada beberapa cara yang bisa dilakukan :
  • Bersihkan wajah secara teratur setiap bangun tidur dan sebelum tidur dengan pembersih wajah sesuai jenis kulit. Apalagi jika kita adalah orang yang sering melakukan aktivitas di luar ruangan dan berkeringat.
  • Jaga rambut agar tetap bersih dan tidak mengenai wajah.
  • Kurangi konsumsi makanan pedas dan goreng-gorengan.
  • Perbanyak minum air putih.
  • Jangan sekali-kali memencet jerawat karena bisa menyebabkan jerawat semakin meradang.
  • Jika jerawat terlihat semakin parah dan sulit diatasi dengan obat jerawat untuk remaja yang dijual bebas di pasaran, tidak ada salahnya untuk menemui dokter kulit.

PROBLEM REMAJA

PSIKOLOGI PENDIDIKAN
PROBLEM REMAJA
oleh :dumas ,smg
Remaja adalah merupakan masa transisi atau masa peralihan dari anak menuju dewasa, masa anak dan masa remaja tidak terdapat batasan yang jelas,namun nampak adanya suatu gejala yang timbul tiba-tiba dalam permulaan masa remaja: yaitu gejala timbulnya seksualitas/genital,hingga masa remaja ini disebut masa pubertas.
Pada masa inilah setiap orang sering mengalami yang namanya krisis identitas diri atau tidak mengetahui jati dirinya sendiri,maka sering kali apabila pada masa ini gagal dalam mencarinya bisa berakibat fatal pada masa berikutnya ataupun pada saat masa ini sedang dijalankan. Remaja sering ingin mengetahui dan mencoba hal-hal yang baru tanpa menyaring terlebih dulu mana yang baik dan buruk yang penting tau,dan remaja biasa cenderung belum bisa memutuskan atau masih sulit dalam mengambil keputusan (Lewin,1939) Diambil dari Monks Dkk.
Pornografi memang mirip wabah penyakit karena itu perlu vaksin baru yang lebih mujarab untuk menghambat penyebaran atau peredaranya. Sudah barang tentu faktor pembawa virus atau kuman penyakit sangat keberatan dan akan mati-matian menolak peredaran vaksin baru yang lebih mujarab.
Anehnya,ada diantara teman kita yang merasa sehat,yakin tidak tertular,membuat slogan menolak penyakit itu.namun mati-matian menolak peredaran vaksin baru,persis anak-anak yang menolak di suntik dan di beri obat dengan alasan bermacam-macam.
Memprihatinkan! Kata yang sepantasnya dikatakan untuk menyikapi kasus tersebut diatas. Belum lama heboh kasus penayangan video porno yang pelakunya oleh seorang anggota DPR Yahya zaini dengan penyanyi Dangdut Maria eva reda dibicarakan,kini masyarakat di Kendal Jawa Tengah mulai dikejutkan lagi dengan beredarnya VCD yang berisi adegan serupa atau adegan mesum dilakukan oleh pasangan pelajar,ini benar-benar sudah memprihatinkan.
Yang lebih memprihatikan lagi,pelaku sekarang sedang duduk di bangku kelas 3 SMA yang sebentar lagi akan melaksanakan ujian akhir,apakah hal ini tidak mencoreng nama dunia pendidikan kita,yang sebetulnya mereka harus belajar untuk menghadapi ujian tapi,yang terjadi apa?mereka malah berbuat hal yang tidak bermoral yang justru merugikan bagi mereka.
Orang-orang terdidik yang seharusnya menjadi penopang harapan bangsa justru malah menodainya dengan tingkahlakunya yang tidak bermoral. Dunia pendidikan di negara kita memang sedang memprihatinkan,tiga tahun belakangan ini banyak pelajar kita yang tidak lulus ujian,di tambah lagi dengan maraknya peredaran video-video porno yang pelakunya justru para pelajar atau remaja.
Memang kita sadari bahwa masa Remaja adalah masa yang mempunyai arti khusus,mengapa disebut demikian karena masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak menuju kemasa dewasa atau bisa disebut masa pubertas atau masa transisi.
Masa remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas.Ia tidak termasuk golongan anak,tetapi ia tidak pula termasuk golongan orang dewasa.Remaja masih belum mampu untuk mengatasi fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya(Calon,1953) Diambil dari Monks Dkk.
Remaja biasa diselimuti dengan rasa ingin tau dan ingin mencoba hal-hal yang baru,untuk mencari identitas diri,karena masa remaja bisa kita sebut dengan masa Krisis Identitas deri,sehingga remaja akan mencari identitas dirinya dengan meniru memodel,imitasi tingkahlaku orang lain yang di lihat,dilakukan secara sadar atau tidak contohnya:orang tua,orang yang lebih dewasa,artis-artis,tokoh idola dsb.(Bandura dan Walters,1963) Diambil Dari Monks Dkk.
Dalam menganalisa kasus tersebut diatas,saya mencoba menggunakan metode Behavioral Educational psychology,pada umumnya behavioral atau tingkah laku semula dianggap genetik,akan tetapi dalam banyak penelitian empiriks menyimpulkan bahwa perilaku ialah senantiasa akan berkaitan erat dengan lingkungan.
Behavior mengacu pada hampir semua aktivitas dan tingkah laku manusia,termasuk dalam berbagai bidang,seperti proses fisiologis,psikologis dan biokimiawi dasar. Hal ini dalam metode behavior menyebutkan bahwa kita dapat belajar untuk mengendalikan banyak aktivitas fisiologis orang yang sebelumnya belum ada yang memikirkan atau sama sekali belum terpikirkan dikalangan terpelajar. Kajian psikologis sangat luas yang didasarkan pada pendekatan aktivitas manusia yang meancoba menjelaskan perilaku terhadap beberapa prinsip kesederhanaan.
Kata “behavior” harus tidak dikacaukan dengan pemahaman penggunaan bahasa yang sering kita gunakan sehari-hari,sebab perilaku itu banyak konotasi dan intrepretasi lainya,oleh karena itu perilaku itu digunakan khusus dalam perubahan perilaku dengan tujuan ilmiah yang teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari atau dalam artilain tidak hanya dengan melihat tetapi juga diamati dan juga dipelajari. Behavior merupakan suatu ilmu dalam ilmu psikologis yang mana secara alami kompatibel dengan pendidikan dan secara alami cenderung untuk memperlihatkan berbagai hal yang berkaitan dengan dunia belajar.
Prinsip utama yang harus dilakukan dalam psikologi behavior berlaku umum untuk semua strata dalam pendidikan,sebagaimana penguatan atau reinforcement juga diberlakukan demikian. Reinforcement ialah suatu konsekuensi atau tanggung jawab dari suatu tindakan yang dibuat bahwa tindakan lebih memungkinkan untuk diulangi lagi.
Penguatan ialah serupa dengan reward atau hadiah,penghargaan. Gagasanya ialah tidak terlalu berlebihan atau sederhana tetapi bisa bermacam-macam variasinya. Ada banyak jalan untuk menggolongkan penguatan atau reinforcement dan kategorinya. Perbedaan yang instrinsik dan ekstrinsik di dasarkan dari apakah perilaku seseorang terjadi penguatan dalam dirinya sendiri atau apakah penguatan itu dikarenakan oleh reward atau hadiah,penghargaan itulah yang bukan merupakan bagian integral dari perilaku atau tingkah laku sebenarnya (Robert,1975).
Maka suatu tingkah laku dapat dipelajari dengan”melihat”saja. Dalam hal kasus ini,memungkinkan pelaku juga melakukan hal yang serupa,mereka ikut-ikutan atau meniru dari tokoh idola mereka melakukannya kemudia mereka menirunya tanpa memikirkan sebab dan akibatnya. Atau bisa jadi sipelaku mempunyai sikap yang agresif,hanya dengan pernah melihat ia akan menirunya.
Dikatakan oleh Bandura untuk dapat meniru model dengan baik harus ada 4 persyaratan yang harus di penuhi oleh sipenirunya, yaitu:
Ø Perhatian(suatu model tidak akan bisa ditiru bila tidak diadakan pengamatan.
Ø Retensi atau disimpan dalam ingatan(tingkah laku harus dilihat dan diingat kembali).
Ø Reproduksi motoris(untuk dapat meniru dengan baik seseorang harus memiliki kemampuan motorik).
Ø Reinforsemen dan motivasi(orang yang menirukan harus melihat tingkah laku itu sebagai tingkah laku yang terpuji dan bermotivasi untuk menirukanya).
Dari hal di atas kita bisa mengetahui bahwa tindakan yang di lakukan sipelaku adegan video porno belum bisa memenuhi persyaratan dalam hal memodel,buktinya mereka melakukan peniruan yang salah atau melenceng sehingga menyebabkan hal yang negatif. Dalam saya menganalisa kasus ini,saya dapat menangkap bahwa sipelaku dalam melakukan tindakan ini merupakan tingkahlaku agresi yang berasal dari kepribadianya yang tampak.
Ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresi (Davidoff, 1991) Diambil dari Walgito,Bimo.
1) Gen tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresi. Dari penelitian yang dilakukan terhadap binatang, mulai dari yang sulit sampai yang paling mudah dipancing amarahnya, faktor keturunan tampaknya membuat hewan jantan yang berasal dari berbagai jenis lebih mudah marah dibandingkan betinanya.
2) Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau menghambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi. Pada hewan sederhana marah dapat dihambat atau ditingkatkan dengan merangsang sistem limbik (daerah yang menimbulkan kenikmatan pada manusia) sehingga muncul hubungan timbal balik antara kenikmatan dan kekejaman. Prescott (Davidoff, 1991) menyatakan bahwa orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit melakukan agresi sedangkan orang yang tidak pernah mengalami kesenangan, kegembiraan atau santai cenderung untuk melakukan kekejaman dan penghancuran (agresi). Prescott yakin bahwa keinginan yang kuat untuk menghancurkan disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menikmati sesuatu hal yang disebabkan cedera otak karena kurang rangsangan sewaktu bayi.
3) Kimia darah. Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Dalam suatu eksperimen ilmuwan menyuntikan hormon testosteron pada tikus dan beberapa hewan lain (testosteron merupakan hormon androgen utama yang memberikan ciri kelamin jantan) maka tikus-tikus tersebut berkelahi semakin sering dan lebih kuat. Sewaktu testosteron dikurangi hewan tersebut menjadi lembut. Kenyataan menunjukkan bahwa anak banteng jantan yang sudah dikebiri (dipotong alat kelaminnya) akan menjadi jinak. Sedangkan pada wanita yang sedang mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogen dan progresteron menurun jumlahnya akibatnya banyak wanita melaporkan bahwa perasaan mereka mudah tersinggung, gelisah, tegang dan bermusuhan. Selain itu banyak wanita yang melakukan pelanggaran hukum (melakukan tindakan agresi) pada saat berlangsungnya siklus haid ini.
Salah satu pandangan berpendapat bahwa manusia itu merupakan individu yang mempunyai dorongan – dorongan atau keiginan – keinginan yang pada prinsipnya membutuhkan pemuasan atau pemenuhan. Tetapi dalam kenyataanya tidak semua dorongan atau seua kenginan itu dapat dilaksanakan dengan secara baik. Dorongan yang tidak memperoleh pelepasan atau tidak dapat dipenuhi,terdorong dan tersimpan dalam bawah sadar,yang pada suatu ketika akan muncul kembali diatas sadar bila keadaaan memungkinkan. Salah satu pendapat yang dikemukakan oleh (FREUD) Diambil dari Monks Dkk.menyatakan bahwa struktur pribadi manusia itu terdiri dari 3(Tiga)bagian, yaitu:
1. DAS ES (THE ID)
Yaitu komponen yang mendorong keninginan – keinginan,nafsu – nafsu yang ingin segera dipuaskan atau di realisasikan maka di sebut PRINSIP KEPUASAN dan PRINSIP KEINGINAN untuk mencapai kepuasan.
2. DAS ICH(THE EGO)
Yaitu merupakan kemampuan menyesuaikan dengan lingkungan atau dengan realitas atau sesuai dengan realitas yang ada,karena itu merupakan kontrol yang memisahkan diri dengan realitas maka disebut PRINSIP REALITAS,karena dariitu,sering antara EGO dan ID berlawanan atau tidak sesuai karena ID ingin segera dipuaskan tapi,di kontrol dengan EGO sehingga bisa menjadi konflik.
3. DAS UBER ICH(THE SUPER EGO)
Yaitu merupakan kata hati,yang berhubungan dengan moral baik buruk.
Dalam kaitanya dengan kasus yang saya angkat, dari perbuatan atau tindakan yang dilakukan sangat erat kaitanya dengan kepribadiaan sipelakunya. Kepribadian yang baik atau buruk akan muncul dengan sendirinya tanpa kita sadari. Terbentuknya kepriadiaan seseorang sebetulnya diawali oleh lingkungan keluarga,yang mana dalam pendidikan keluarga peran serta orang tua(Bapak,Ibu) menjadi sangat penting dalam menentukanya. Keluarga sebagai sumber pengetahuan dan informasi sianak. Pada usia remaja memang anak perlu pengetahuan dan informasi mengenai hubungan seks atau pornografi,yang semuanya itu akan menjadi pembelajaran bagi sianak.
Kesimpulan dari kasus diatas? Kita tidak dapat mengingkari kenyataan atau fakta bahwa remaja membutuhkan suatu pengetahuan dan informasi tentang hubungan seks atau pornografi,yang nantinya akan menjadi pembelajaran bagi mereka. Tetapi dalam kaitanya dengan hal diatas keluargalah yang seharusnya menjadi pemroses pembelajaran bagi mereka. Maka,sudah saatnya peran serta keluarga menjadi sangat penting dalam memfasilitasinya.
Keluarga menjadi segala-galanya,menjadi pusat model,informasi dan pengetahuan,di samping keluarga juga di butuhkan peran serta guru disekolah sebagai seorang pendidik diharapkan mampu untuk memberi informasi dan pengetahan yang posiif tentang hal tersebut.
Remaja adalah ujung tombak dalam menentukan nasib masa depan sejarah dan penentu kemajuan bangsa, remaja rusak berarti kita teah gagal dalam menyiapkan generasi-generasi penerus bangsa. Oleh karena itu selamatkan kemajuan bangsa dengan mencetak generasi atau remaja yang berkwalitas.
DAFTAR PUSTAKA
Monks,Dkk.1998. Psikologi Perkembangan pengantar dalam berbagai bagian. Gadjah Mada University Press.
Robert,Thomas B.1975.Four Psychologies Applied To Education :Freudian,Behavioral,Humanistik,Transpersonal.Schenkman Publishing Company.New York.
Walgito,Bimo.1990. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. (Edisi Revisi). Penerbit ANDI Yogyakarta.

Thursday, 6 October 2011

Paradigma Psikologi Kepribadian

Paradigma Kepribadian Psikologi
Menurut Thomas Kuhn, paradigma dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual atau model yang dengannya seorang ilmuwan bekerja (a conceptual framework or model within which a scientist works). Ia adalah seperangkat asumsi-asumsi dasar yang menggariskan semesta partikular dari penemuan ilmiah, menspesifikasi beragam konsep-konsep yang dapat dianggap absah maupun metode-metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan dan menginterpretasikan data. Tegasnya, setiap keputusan tentang apa yang menyusun data atau observasi ilmiah dibuat dalam bangun suatu paradigma.
Paradigma Kognitif
Psikologi kognitif fokus pada bagaimana seseorang menstrukturkan pengalamannya, bagaimana mereka menjadi menyadarinya, dan mentransformasikan rangsangan kedalam informasi yang berguna. Psikologi kognitif adalah VAK dari psikologi yang  mengeksplorasi proses mental internal. Psikologi kognitif mempelajari tentang bagaimana orang memandang, mengingat, berpikir, berbicara, dan memecahkan masalah.
Seseorang menyematkan setiap informasi baru kedalam jaringan terorganisir dari akumulasi pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya yang biasa disebut sebagai schema. Perbedaan mendasar pandangan kognitif dari pemikiran analisis mediasional adalah terletak pada aspek interpretasi aktif. Jika kelompok mediasi melihat stimulus secara otomatis menghasilkan respon mediasional internal, maka kelompok kognitif memandang minor peran dari reinforcement. Mereka justru percaya bahwa seseorang secara aktif menginterpretasikan stimulus dari lingkungannya dan termasuk bagaimana ia mentransformasikannya untuk mempengaruhi perilaku.
Para terapis kognitif berupaya merubah proses berfikir pasien-pasiennya untuk membantu mereka mengubah emosi dan perilakunya. Beberapa pola terapi telah diperkenalkan tokoh-tokohnya dalam hal ini, seperti: cognitive restructuring dari Davison, rational-emotive dari Albert Ellis, dan selectively abstract dari Aaron Beck.
Peran Psikologi Kognitif
Di dalam dunia psikologi, mempelajari psikologi kognitif sangat diperlukan, karena:
  1. Kognisi adalah proses mental atau pikiran yang berperan penting dan mendasar bagi studi-studi psikologi manusia.
  2. Pandangan psikologi kognitif banyak mempengarui bidang-bidang psikologi yang lain. Misalnya pendekatan kofnitif banyak digunakan di dalam psikologi konseling, psikologi konsumen dan lain-lain.
  3. Melalui prinsiprinsip kognisi, seseorang dapat mengelola informasi secara efisien dan terorganisasikan dengan baik.
  4. Mengandung perkembangan pendekatan pemrosesan informasi, pendekatan ini bersal dari ilmu komunikasi dan komputer.
Aspek Kognitif
  • Kematangan → Semakin bertambahnya usia, maka semakin bijaksana seseorang.
  • Pengalaman → hasil interaksi dengan orang lain.
  • Transmisi sosial → hubungan sosial dan komunikasi yang sesuai dengan lingkungan.
  • Equilibrasi → perpaduan dari pengalaman dan proses transmisi sosial.
Ada 2 sistem yang mengatur kognitif
  1. Skema → antar sistem yang terpadu dan tergabung
  2. Adaptasi, terdiri dari asimilasi dan akomodasi.
  • Asimilasi terjadi pada objek yang meliputi biologis (refleksi, keterbatasan kemampuan dll) dan kognitif (menggabungkan sesuatu yang sudah diperoleh)
  • Akomodasi terjadi pada subjek


Paradigma Pembelajaran/ Behavior Paradigm
Behavioral or learning paradigms muncul ketika John B. Watson memproklamirkan psikologi sebagai disiplin keilmuan yang harus didekati secara obyektif eksperimental. Maka dimulailah berbagai eksperimentasi untuk menyelidiki ‘aspek pembelajaran’ dari perilaku di atas teori S-R (stimulus – respon). Terdapat beberapa model eksperimentasi ‘aspek pembelajaran’ dari perilaku, antara lain: classical conditioniong dari Ivan Pavlov (1849-1936), operant conditioning dari Edward Thorndike (1874-1949) dengan the law of effect-nya yang nanti dikembangkan lebih jauh oleh Burrhus Frederick Skinner dengan reinforcement-nya, dan modeling yang dieksperimentasikan oleh Bandura dan Menlove yang kemudian menguatkan teori mediasi dalam pembelajaran (mediational learning paradigms).
Teori Behavior
Behavior dalam psikologi atau juga disebut behaviorisme adalah teori pembelajaran yang didasarkan pada tingkah laku yang diperoleh dari pengkondisisan lingkungan. Pengkondisian terjadi melalui interaksi dengan lingkungan. Teori ini dapat dipelajari secara sistematis dan dapat diamati dengan tidak mempertimbangkan dari seluruh keadaan mental.
Ada dua tipe pengkondisian dalam behavior:
  1. Classical conditioning adalah cara yg digunakan dalam percobaan behavior yang stimulusnya terjadi secara natural yang dihubungkan dengan respons yakni dengan stimulus netral. Respon akan hadir dengan sendirinya tanpa respon yang disengaja.
  2. Operant conditioning adalah cara yang digunakan dalam behavior dengan diakhiri dengan hadiah dan hukuman.Kritik terhadap teori behavior:
  • Teori ini hanya menggunakan pendekatan satu dimensi saja dalam memandang perilaku
  • Proses belajar terjadi hanya dengan adanya penguatan atau hukuman
  • Manusia dan hewan dapat beradaptasi dengan tingkah lakunya ketika informasi baru itu dikenalkan, walapupun pola tingkah laku sebelumnya telah diketahui melalui penguatan
Kelebihan teori behavior  didasarkan pada perilaku yang dapat diobservasi, sehingga mempermudah pengukuran dan pengumpulan data dan informasi ketika penelitian.
Teknik terapi yang didasarkan pada behaviorisme  adalah intervensi tingkah laku secara intensif, lebih ekonomis, dan pelaksanaannya memiliki ciri tersendiri. Pendekatan ini sangat berguna untuk merubah perilaku yang berbahaya dan maladaptif baik pada anak dan dewasa.
Tiga asumsi dasar dalam behaviorism :
1)  pembelajaran terjadi melalui interaksi dengan lingkungan
2)  lingkungan membentuk perilaku
3)  proses mental tidak digunakan sebagai pertimbangan dalam menjelaskan perilaku
Satu aspek teori behavioral yang paling terkenal adalah classical conditioning yang dikemukakan oleh Ivan Pavlov yang mempelajari proses pembelajaran melalui asosiasi antara rangsangan lingkungan dan rangsangan yang terjadi secara natural.
Prinsip dasar proses behavioral:
1. Rangsangan yang tidak terkondisikan, yaitu pemicu terjadinya respon yang tidak terkondisikan, terjadi secara natural, dan otomatis.
2. Respon yang tidak terkondisikan, yaitu respon yang tidak dipelajari yang terjadi secara natural dalam merespon rangsangan yang tidak terskondisikan.
3. Rangsangan yang terkondisikan, yaitu pada awalnya merupakan stimulus netral, setelah diasosiasikan dengan rangsangan yang tidak terkondisikan, kemudian memicu munculnya respon yang terkondisikan.
4. Respon yang terkondisikan, yaitu respon yang dipelajari dari rangsangan netral sebelumnya.

Wednesday, 5 October 2011

PENGERTIAN DAN KASUS DALAM BIMBINGAN KONSELING

A. PENGERTIAN BIMBINGAN KONSELING

           Program bimbingan dan konseling telah di selenggarakan oleh beberapa sekolah/madrasah di indonesia, program dan layanan yang bervariasi, tetapi dasarnya sama. Perubahan didasarkan atas kepercayaan bahwa program bimbingan konseling itu perlu dan akan bermanfaat dalam pembinaan siswa.
Bimbingan dan Konseling adalah dua pengertian yang berhubungan dengan profesi pemberian pertolongan, berupa bimbingan dan bantuan kepada individu atau kelompok siswa yang mengalami kesulitan dalam pendidikan, memilih jurusan, jabatan maupun dalam kesulitan pribadi dan penyesuaian diri dengan masyarakat dan lingkungannya.

*Pengertian Bimbingan

-Menurut Arifin H. M. (1982)
Bimbingan menurut agama islam adalah usaha pemberian bantuan kepada seseorang yang mengalami kesulitan baik lahiriah maupun batiniah yang menyangkut kehidupannya di masa kini dan di masa mendatang.

-Menurut Miller
Bimbingan adalah proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan individu dalam penyesuaian diri terhadap keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

-Menurut Jones, Staffire & Stewart (1970)
Bimbingan adlah bantuan yang diberikan kepada individu dalam membuat pilihan-pilihan dan penyesuaian-penyesuaian yang bijaksana

-Menurut Crow dan Crow (1950)
Bimbingan adalah bantuan yang disediakan oleh konselor/guru bimbingan konseling kompeten untuk individu-individu agar mereka dapat mengarahkan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangannya sendiri, mengambil keputusan sendiri dan menaggung konsekuennya sendiri.

-Menurut Shertzer Stone (1981)
Bimbingan adalah suatu proses membantu para individu memahami diri mereka dan dunia mereka.

-Menurut Mortensen & Schmuller (1976)
Bimbingan dapat diartikan sebagai bagian dari keseluruhan pendidikan yang membantu menyediakan kesempitan-kesempitan pribadi dan layanan staf dengan cara mana setiap individu dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan dan kesanggupan sepenuh-penuhnya sesuai dengan ide-ide demokrasi. 

-Menurut Prayitno (1994)
Bimbingan adalah proses bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun orang dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada agar dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang ada.

*Pengertian Konseling

-Menurut Jones, A. J. (1963)
Konseling adalah membicarakan suatu masalah dengan orang lain dimana orang yang diajak bicara mempunyai pengalaman ataupun kemampuan yang tidak dimiliki oleh orang yang dihadapinya. 

-Menurut Rogers. C
Dalam konseling, sumber kekuatan yang ada pada setiap manusia dibuka sehingga dapat mendorong individu kearah kedewasaan.

-Menurut McDaniel (1956)
Konseling adalah suatu rangkaian pertemuan langsung dengan individu yang ditujukan pada pemberian bantuan kepadanya untuk dapat menyesuaikan dirinya secara lebih efektif dengan dirinya sendiri dan dengan lingkungannya.

-Menurut Tolbert (1959)
Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang, dalam mana konselor melalui hubungan itu dan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar dalam mana konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan keadaan masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi-potensi yang dimilikinya.

-Menurut Bernard dan Fullmer (1969)
Konseling meliputi pemahan dan hubungan individu untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan, motivasi, dan potensi-potensi yang unik dari individu dan membantu individu yang bersangkutan untuk mempresiasi ketiga hal tersebut.

-Menurut A. C. English dalam Shertzer Stone (1981)
Konseling adalah proses dalam mana konselor membantu konseli membuat interpretasi-interpretasi tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan pilihan, rencana, atau penyesuaian yang perlu dibuatnya.

-Menurut Prayitno (1994)
Konseling bermakna sebagai usaha tatap muka antara dua individu atau lebih membicarakan permasalahan salah satu individu dipandu oleh seorang yang profesional untuk memperlancar pengambilan keputusan prediksi, pemecahan masalah, tindak lanjut oleh individu yang sedang bermasalah untuk kembali pada nilai-nilai norma yang dianut dan diterima oleh masyarakat.

B. Kasus bimbingan konseling

       ”Gaya pengasuhan orang tua terhadap remaja yang cenderung diwarnai dengan tindakan kekerasan dan kekasaran seperti marah, memaki, berteriak/membentak, bertengkar dan memukul, berdampak pada meningkatnya perilaku kenakalan pada remaja, baik kenakalan yang bersifat umum maupun kriminal,”. Dampaknya : “Remaja seperti ini tidak akan mampu menghargai diri sendiri dan tidak mampu mengelola serta mengontrol emosinya. Remaja ini melampiaskan emosinya di luar rumah dalam bentuk perilaku nakal seperti memalak, mencuri, narkoba, free sex, berkelahi/tawuran dan menyakiti fisik orang lain,”.

          Hubungan pertemanan juga mempengaruhi tingkat kenakalan remaja. Remaja yang memiliki teman yang bermasalah cenderung berperilaku agresif, nakal dan berprestasi rendah. Kenakalan ini bisa dikurangi dengan komunikasi terbuka dan baik antaranggota keluarga serta pengiatan pengasuhan ibu. ”Komunikasi yang baik dan terbuka dalam keluarga berpengaruh terhadap menurunnya perilaku agesif, kenakalan dan meningkatkan nilai pelajaran.

          Kasus percobaan bunuh diri yang dilakukan kalangan remaja di Surabaya cukup memprihatinkan. Hanya karena menghadapi persoalan-persoalan sepele, mereka nekat mengambil jalan pintas dengan cara mencoba bunuh diri. ironisnya, kasus percobaan bunuh diri ini banyak dilakukan oleh pelaku berusia 17 tahun hingga 27 tahun. Disusul kemudian, pelaku yang berusia 30 tahun hingga 45 tahun. Kalangan remaja yang nekat mengakhiri hidupnya dengan jalan bunuh diri mayoritas karena terlibat masalah dengan pacar dan selebihnya karena terlibat masalah dengan orang tua dan lingkungan pergaulan.

             Cara paling banyak dilakukan untuk mencoba bunuh diri yakni dengan meminum Baygon, minum racun tikus, mengiris pergelangan tangan, dan selebihnya dengan cara melompat dari tempat tinggi. Sedangkan, mereka yang berusia antara 30-45 tahun yang nekat berusaha bunuh diri sebagian besar disebabkan karena masalah-masalah rumah tangga. "Pada 2008, kasus percobaan bunuh diri memang banyak didominasi kalangan remaja,".
Penyelesaiannya : Masalah tersebut adalah kasus percobaan bunuh diri yang dilakukan kalangan remaja dilatarbelakangi oleh permasalahan yang kompleks. Di antaranya kepribadian remaja yang belum matang rentan mengambil jalan pintas ketika mengalami masalah.

          "Kepribadian remaja itu masih impulsif. Mereka cenderung bertindak sesuatu tanpa terlebih berpikir panjang terlebih dahulu. Namun, remaja yang nekat melakukan percobaan bunuh diri ini karena kepribadian mentalnya tidak kuat," ujarnya. Remaja yang nekat mengambil jalan pintas ingin mengakhiri hidupnya memiliki kecenderungan gampang putus asa, tidak bisa melihat jalan keluar ketika menghadapi masalah, hubungan dengan keluarga kurang harmonis, dan perkembangan jiwanya kurang matang. "Selain pribadi dirinya yang kurang matang, faktor lingkungan sekitar, lingkungan sekolah, keluarga, orang tua, juga turut mempengaruhi,".

          Lia (bukan nama sebenarnya) adalah siswa kelas I SMU Favorit Salatiga yang barusan naik kelas II. Ia berasal dari keluarga petani yang terbilang cukup secara sosial ekonomi di desa pedalaman + 17 km di luar kota Salatiga, sebagai anak pertama semula orang tuanya berkeberatan setamat SLTP anaknya melanjutkan ke SMU di Salatiga; orang tua sebetulnya berharap agar anaknya tidak perlu susah-sudah melanjutkan sekolah ke kota, tapi atas bujukan wali kelas anaknya saat pengambilan STTB dengan berat merelakan anaknya melanjutkan sekolah. Pertimbangan wali kelasnya karena Lia terbilang cerdas diantara teman-teman yang lain sehingga wajar jika bisa diterima di SMU favorit. 
        
           Sejak diterima di SMU favorit di satu fihak Lia bangga sebagai anak desa toh bisa diterima, tetapi di lain fihak mulai minder dengan teman-temannya yang sebagian besar dari keluarga kaya dengan pola pergaulan yang begitu beda dengan latar belakang Lia. Ia menganggap teman-teman dari keluarga kaya tersebut sebagai orang yang egois, kurang bersahabat, pilih-pilih teman yang sama-sama dari keluarga kaya saja, dan sombong. Makin lama perasaan ditolak, terisolik, dan kesepian makin mencekam dan mulai timbul sikap dan anggapan sekolahnya itu bukan untuk dirinya tidak krasan, tetapi mau keluar malu dengan orang tua dan temannya sekampung; terus bertahan, susah tak ada/punya teman yang peduli. Dasar saya anak desa, anak miskin (dibanding teman-temannya di kota) hujatnya pada diri sendiri. Akhirnya benar-benar menjadi anak minder, pemalu dan serta ragu dan takut bergaul sebagaimana mestinya. Makin lama nilainya makin jatuh sehingga beban pikiran dan perasaan makin berat, sampai-sampai ragu apakah bisa naik kelas atau tidak.

             Memahami Lia dalam perspektif rasional emotif Menurut pandangan rasional emotif, manusia memiliki kemampuan inheren untuk berbuat rasional ataupun tidak rasional, manusia terlahir dengan kecenderungan yang luar biasa kuatnya berkeinginan dan mendesak agar supaya segala sesuatu terjadi demi yang terbaik bagi kehidupannya dan sama sekali menyalahkan diri sendiri, orang lain, dan dunia apabila tidak segera memperoleh apa yang diinginkannya. Akibatnya berpikir kekanak-kanakan (sebagai hal yang manunusiawi) seluruh kehidupannya, akhirnya hanya kesulitan yang luar biasa besar mampu mencapai dan memelihara tingkah laku yang realistis dan dewasa; selain itu manusia juga mempunyai kecenderungan untuk melebih-lebihkan pentingnya penerimaan orang lain yang justru menyebabkan emosinya tidak sewajarnya seringkali menyalahkan dirinya sendiri dengan cara-cara pembawaannya itu dan cara-cara merusak diri yang diperolehnya. 

          Berpikir dan merasa itu sangat dekat dan dengan satu sama lainnya : pikiran dapat menjadi perasaan dan sebaliknya, Apa yang dipikirkan dan atau apa yang dirasakan atas sesuatu kejadian diwujudkan dalam tindakan/perilaku rasional atau irasional. Bagaimana tindakan/perilaku itu sangat mudah dipengaruhi oleh orang lain dan dorongan-doronan yang kuat untuk mempertahankan diri dan memuaskan diri sekalipun irasional.

            Ciri-ciri irasional seseorang tak dapat dibuktikan kebenarannya, memainkan peranan Tuhan apa saja yang dimui harus terjadi, mengontrol dunia, dan jika tidak dapat melakukannya dianggap goblok dan tak berguna; menumbuhkan perasaan tidak nyaman (seperti kecemasan) yang sebenarnya tak perlu, tak terlalu jelek/memalukan namun dibiarkan terus berlangsung, dan menghalangi seseorang kembai ke kejadian awal dan mengubahnya. Bahkan akhirnya menimbulkan perasaan tak berdaya pada diri yang bersangkutan. Bentuk-bentuk pikiran/perasaan irasional tersebut misalnya : semua orang dilingkungan saya harus menyenangi saya, kalau ada yang tidak senang terhadap saya itu berarti malapetaka bagi saya. Itu berarti salah saya, karena saya tak berharga, tak seperti orang/teman-teman lainnya. Saya pantas menderita karena semuanya itu.

          Sehubungan dengan kasus, Lia sebetulnya terlahir dengan potensi unggul, ia menjadi bermasalah karena perilakunya dikendalikan oleh pikiran/perasaan irasional; ia telah menempatkan harga diri pada konsep/kepercayaan yang salah yaitu jika kaya, semua teman memperhatikan / mendukung, peduli, dan lain-lain dan itu semua tidak ada/didapatkan sejak di SMU, sampai pada akhirnya menyalahkan dirinya sendiri dengan hujatan dan penderitaaan serta mengisolir dirinya sendiri. Ia telah berhasil membangun konsep dirinya secara tidak realistis berdasarkan anggapan yang salah terhadap (dan dari) teman-teman lingkungannya. Ia menjadi minder, pemalu, penakut dan akhirnya ragu-ragu keberhasilan/prestasinya kelak yang sebetulnya tidak perlu terjadi.

Tujuan dan teknik konseling

         Jika pemikiran Lia yang tidak logis / realistis (tentang konsep dirinya dan pandangannya terhadap teman-temannya) itu diperangi maka dia akan mengubahnya. Dengan demikian tujuan konseling adalah memerangi pemikiran irasional Lia yang melatar-belakangi ketakutan / kecematannya yaitu konsep dirinya yang salah beserta sikapnya terhadap teman lain. Dalam konseling konselor lebih bernuansa otoritatif : memanggil Lia, mengajak berdiskusi dan konfrontasi langsung untuk mendorongnya beranjak dari pola pikir irasional ke rasional / logis dan realistis melalui persuasif, sugestif, pemberian nasehat secara tepat, terapi dengan menerapkan prinsip-prinsip belajar untuk PR serta bibliografi terapi.

     Konseling kognitif : untuk menunjukkan bahwa Lia harus membongkar pola pikir irasional tentang konsep harga diri yang salah, sikap terhadap sesama teman yang salah jika ingin lebih bahagia dan sukses. Konselor lebih bergaya mengajar : memberi nasehat, konfrontasi langsung dengan peta pikir rasional-irasoonal, sugesti dan asertive training dengan simulasi diri menerapkan konsep diri yang benar dan sikap/ketergantungan pada orang lain yang benar/rasional dilanjutkan sebagai PR melatih, mengobservasi dan evaluasi diri. Contoh : mulai dari seseorang berharga bukan dari kekayaan atau jumlah dan status teman yang mendukung, tetapi pada kasih Allah dan perwujudanNya. 

          Allah mengasihi saya, karena saya berharga dihadiratNya. Terhadap diri saya sendiri suatu saat saya senang, puas dan bangga, tetapi kadang-kadang acuh-tak acuh, bahkan adakalanya saya benci, memaki-maki diri saya sendiri, sehingga wajar dan realistis jika sejumlah 40 orang teman satu kelas misalnya ada + 40% yang baik, 50% netral, hanya 10% saja yang membeci saya. Adalah tidak mungkin menuntut semua / setiap orang setiap saat baik pada saya, dan seterusnya. Ide-ide ini diajarkan, dan dilatihkan dengan pendekatan ilmiah.

          Konseling emotif-evolatif untuk mengubah sistem nilai Lia dengan menggunakan teknik penyadaran antara yang benar dan salah seperti pemberian contoh, bermain peran, dan pelepasan beban agar Lia melepaskan pikiran dan perasaannya yang tidak rasional dan menggantinya dengan yang rasional sebagai kelanjutan teknik kognitif di atas. Konseling behavioritas digunakan untuk mengubah perilaku yang negatif dengan merubah akar-akar keyakinan Lia yang irasional/tak logis kontrak reinforcemen, sosial modeling dan relaksasi/meditasi.

         •Dalam era kemajuan informasi dan teknologi, siswa semakin tertekan dan terintimidasi oleh perkembangan dunia akan tetapi belum tentu dimbangi dengan perkembangan karakter dan mental yang mantap. Seorang Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor mempunyai tugas yaitu membantu siswa untuk mengatasi permasalahan dan hambatan dan dalam perkembangan siswa. 

         Setiap siswa sebenarnya mempunyai masalah dan sangat variatif. Permasalahan yang dihadapi siswa dapat bersifat pribadi, sosial, belajar, atau karier. Oleh karena keterbatasan kematangan siswa dalam mengenali dan memahami hambatan dan permasalahan yang dihadapi siswa, maka konselor – pihak yang berkompeten – perlu memberikan intervensi. Apabila siswa tidak mendapatkan intervensi, siswa mendapatkan permasalahan yang cukup berat untuk dipecahkan. Konselor sekolah senantiasa diharapkan untuk mengetahui keadaan dan kondisi siswanya secara mendalam.

          Untuk mengetahui kondisi dan keadaan siswa banyak metode dan pendekatan yang dapat digunakan, salah satu metode yang dapat digunakan yaitu studi kasus (Case Study). Dalam perkembangannya, oleh karena kompleksitas permasalahan yang dihadapi siswa dan semakin majunya pengembangan teknik-teknik pendukung – seperti hanya teknik pengumpulan data, teknik identifikasi masalah, analisis, interpretasi, dan treatment – metode studi kasus terus diperbarui. Studi kasus akan mempermudah konselor sekolah untuk membantu memahami kondisi siswa seobyektif mungkin dan sangat mendalam. Membedah permasalahan dan hambatan yang dialami siswa sampai ke akar permasalahan, dan akhirnya konselor dapat menentukan skala prioritas penanganan dan pemecahan masalah bagi siswa tersebut.

Pengertian Studi Kasus

           Kamus Psikologi (Kartono dan Gulo, 2000) menyebutkan 2 (dua) pengertian tentang Studi kasus (Case Study) pertama Studi kasus merupakan suatu penelitian (penyelidikan) intensif, mencakup semua informasi relevan terhadap seorang atau beberapa orang biasanya berkenaan dengan satu gejala psikologis tunggal. Kedua studi kasus merupakan informasi-informasi historis atau biografis tentang seorang individu, seringkali mencakup pengalamannya dalam terapi. Terdapat istilah yang berkaitan dengan case study yaitu case history atau disebut riwayat kasus, sejarah kasus. Case history merupakan data yang terimpun yang merekonstruksikan masa lampau seorang individu, dengan tujuan agar orang dapat memahami kesulitan-kesulitannya yang sekarang . serta menolongnya dalam usaha penyesuaian diri (adjustment) (Kartini dan Gulo, 2000).

           Berikut ini definisi studi kasus dari beberapa pakar dalam Psikologi dan Bimbingan Konseling, yaitu ; Studi kasus adalah suatu teknik mempelajari seorang individu secara mendalam untuk membantu memperoleh penyesuaian diri yang lebih baik. (I.Djumhur, 1985).

Studi kasus adalah suatu metode untuk mempelajari keadaan dan perkembangan seorang murid secara mendalam dengan tujuan membantu murid untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik (WS. Winkel, 1995).

Studi kasus adalah metode pengumpulan data yang bersifat integrative dan komprehensif. Integrative artinya menggunakan berbagai teknik pendekatan dan bersifat komprehensif yaitu data yang dikumpulkan meliputi seluruh aspek pribadi individu secara lengkap (Dewa Ketut Sukardi, 1983).

Studi kasus merupakan teknik yang paling tepat digunakan dalam pelayanan bimbingan dan konseling karena sifatnya yang komprehensif dan menyeluruh. Studi kasus menggunakan hasil dari bermacam-macam teknik dan alat untuk mengenal siswa sebaik mungkin, merakit dan mengkoordinasikan data yang bermanfaat yang dikumpulkan melalui berbagai alat. Data itu meliputi studi yang hati-hati dan interpretasi data yang berhubungan dan bertalian dengan perkembangan dan problema serta rekomendasi yang tepat.

         Jadi berdasarkan pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa studi kasus adalah suatu studi atau analisa komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik. Bahan dan alat mengenai gejala atau ciri-ciri/karakteristik berbagai jenis masalah atau tingkah laku menyimpang, baik individu maupun kelompok. Analisa itu mencakup aspek-aspek kasus seperti jenis, keluasan dan kedalaman permasalahannya, latar belakang masalah (diagnosis) dan latar depan (prognosis), lingkungan dan kondisi individu/kelompok dan upaya memotivasi terungkapnya masalah kepada guru pembimbing (konselor) sebagai orang yang mengkaji kasus. Data yang telah didapatkan oleh konselor kemudian dinvertaris dan diolah sedemikian rupa hingga mudah untuk diinterpretasi masalah dan hambatan individu dalam penyesuaiannya.

Tujuan Studi Kasus

          Studi Kasus diadakan untuk memahami siswa sebagai individu dalam keunikannya dan dalam keseluruhannya. Kemudian dari pemahaman dari siswa yang mendalam, konselor dapat membantu siswa untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik. Dengan penyesuian pada diri sendiri serta lingkungannya, sehingga siswa dapat menghadapi permasalahan dan hambatan hidupnya, dan tercipta keselarasan dan kebahagiaan bagi siswa tersebut.

Sasaran Studi kasus

       Sasaran studi kasus adalah individu yang menunjukan gejala atau masalah yang serius, sehingga memerlukan bantuan yang serius pula. Yang biasanya dipilih menjadi sasaran bagi suatu studi kasus adalah murid yang menjadi suatu problem (problem case); jadi seorang murid membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan lebih baik, asal murid itu dalam keadaan sehat rohani/ tidak mengalami gangguan mental.

Masa remaja adalah ketika seseorang mulai ingin mengetahui siapa dan bagaimana dirinya serta hendak ke mana ia menuju dalam kehidupannya. Teori terkemuka mengenai hal ini dikemukakan oleh Erikson, yaitu identitas diri versus kebingungan peran yang merupakan salah satu tahap dalam kehidupan individu (Hansen, Stevic and Warner, 1977:52). Penelitian mengenai hubungan gaya pengasuhan orang tua dengan perkembangan identitas menujukkan bahwa orang tua demokratis mempercepat pencapaian identitas, orang tua otokratis menghambat pencapaian identitas, dan orang tua permisif meningkatkan kebingungan identitas, sedangkan orang tua yang mendorong remaja untuk mengembangkan sudut pandang sendiri, memberikan tindakan memudahkan akan meningkatkan pencapaian identitas remaja (Santrock, 1983:58-59). 

         Tampak bahwa perkembangan identitas diri pada masa remaja sangat dipengaruhi oleh perlakuan orang tua. Penyelesaian masalah-masalah remaja yang berhubungan dengan pencarian identitas diri, secara demikian, memerlukan keterlibatan orang tua secara tepat dan efektif. Kenakalan remaja merupakan masalah masa remaja yang ber-dimensi luas. Masalah ini mencakup berbagai tingkah laku sejak dari tampilan tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial hingga tindakan kriminal. Karenanya, akibat-akibat kenakalan remaja dapat berhubungan dengan persoalan sosial yang luas serta penegakan hukum. Apa pun akibatnya, kenakalan remaja bersumber dari kondisi perkembangan remaja dalam interaksinya dengan lingkungan. 

        Menurut Santrock (1983:35) kenakalan remaja yang disebabkan faktor orang tua antara lain adalah kegagalan memantau anak secara memadai, dan pendisiplinan yang tidak efektif. Zakiah Daradjat (1995:59) mengungkapkan bahwa penyimpangan sikap dan perilaku remaja ditimbulkan oleh berbagai kondisi yang terjadi jauh sebelumnya, antara lain oleh kegoncangan emosi, frustrasi, kehilangan rasa kasih sayang atau merasa dibenci, diremehkan, diancam, dihina, yang semua itu menimbulkan perasaan negatif dan kemudian dapat diarahkan kepada setiap orang yang berkuasa, tokoh masyarakat dan pemuka agama dengan meremehkan nilai-nilai moral dan akhlak.

           Pengentasan masalah siswa yang berhubungan dengan kenakalan remaja tidak hanya memerlukan perubahan insidental pada sikap dan perlakuan orang tua serta berbagai elemen dalam masyarakat, melainkan juga dengan pengungkapan dan pemahaman mendalam terhadap faktor-faktor timbulnya tingkah laku yang tidak dikehendaki itu. Artinya, diperlukan penelusuran terhadap kehidupan yang dilalui sebelumnya dengan pendekatan dan teknik bantuan profesional. Kehidupan remaja tersebut sebagian besarnya terkait dengan kehidupan dalam keluarga dan kondisi orang tua mereka.

Tuesday, 27 September 2011

SEJARAH BIMBINGAN DAN KONSELING DAN LAHIRNYA BK 17 PLUS

http://konselingindonesia.com/images/sejarah%20bk%20dan%20lahirnya%20bk%2017%20plus.pdfA. Pendahuluan
Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari dimasukkannya Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan) pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20 – 24 Agustus 1960. Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1971 beridiri Proyek
Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP Menado. Melalui proyek ini Bimbingan dan Penyuluhan dikembangkan, juga berhasil disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Bimbingan dan Penyuluhan “pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas didalamnya memuat Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA 
Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan guru BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Pengangkatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah mulai diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan. Keberadaan Bimbingan dan Penyuluhan secara legal formal diakui tahun 1989 dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menp an/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Di dalam Kepmen tersebut ditetapkan secara resmi adanya kegiatan pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Akan tetapi pelaksanaan di sekolah masih belum jelas seperti pemikiran awal untuk mendukung misi sekolah dan membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan mereka.
Sampai tahun 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas, parahnya lagi pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang bersahabat dengan BP. Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang bermasalah, kalau orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru BP dibenak orang tua terpikir bahwa anaknya di sekolah mesti bermasalah atau ada masalah. Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang di dalamnya termuat
aturan tentang Bimbingan dan Konseling di sekolah. Ketentuan pokok dalam SK Menpan itu dijabarkan lebih lanjut melalui SK Mendikbud No 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya. Di Dalam SK Mendikbud ini istilah Bimbingan dan Penyuluhan diganti menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan dilaksanakan oleh Guru Pembimbing. Di sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah mulai jelas.

B. Pra Lahirnya Pola 17
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan berdampak pada buruknya citra bimbingan dan konseling, sehingga melahirkan miskonsepsi terhadap pelaksanaan BK, munculnya persepsi negatif terhadap pelaksanaan BK, berbagai kritikan muncul sebagai wujud kekecewaan atas kinerja Guru Pembimbing sehingga terjadi kesalahpahaman, persepsi negatif dan miskonsepsi berlarut. Masalah menggejala diantaranya: 
konselor sekolah dianggap polisi sekolah, BK dianggap semata-mata sebagai pemberian nasehat, BK dibatasi pada menangani masalah yang insidental, BK dibatasi untuk klien-klien tertentu saja, BK melayani ”orang sakit” dan atau ”kurang normal”, BK bekerja sendiri, konselor sekolah harus aktif sementara pihak lain pasif, adanya anggapan bahwa pekerjaan BK dapat dilakukan oleh siapa saja, pelayanan BK berpusat pada keluhan pertama saja, menganggap hasil pekerjaan BK harus segera dilihat, menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien, memusatkan usaha BK pada penggunaan instrumentasi BK (tes, inventori, kuesioner dan lain-lain) dan BK dibatasi untuk menangani masalah-masalah yang ringan saja
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan disebabkan diantaranya oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Belum adanya hukum
Sejak Konferensi di Malang tahun 1960 sampai dengan munculnya Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP Bandung dan IKIP Malang tahun 1964, fokus pemikiran adalah mendesain pendidikan untuk mencetak tenaga-tenaga BP di sekolah. Tahun 1975 Konvensi Nasional Bimbingan I di Malang berhasil menelurkan
keputusan penting diantaranya terbentuknya Organisasi bimbingan dengan nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI). Melalui IPBI inilah kelak yang akan berjuang untuk memperolah Payung hukum pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah menjadi jelas arah kegiatannya.
 
2. Semangat luar biasa untuk melaksanakan BP di sekolah
Lahirnya SK Menpan No. 026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Merupakan angin segar pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah. Semangat yang luar biasa untuk melaksanakan ini karena di sana dikatakan “Tugas guru adalah mengajar dan/atau membimbing.” Penafsiran pelaksanaan ini di sekolah dan didukung tenaga atau guru pembimbing yang berasal dari lulusan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan atau Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (sejak tahun 1984/1985) masih kurang, menjadikan pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas. Lebih-lebih lagi dilaksanakan oleh guru-guru yang ditugasi sekolah berasal dari guru yang senior atau mau pensiun, guru yang kekurangan jam mata pelajaran untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Pengakuan legal dengan SK Menpan tersebut menjadi jauh arahnya terutama untuk pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah.

3. Belum ada aturan main yang jelas
Apa, mengapa, untuk apa, bagaimana, kepada siapa, oleh siapa, kapan dan di mana pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan dilaksanakan juga belum jelas. Oleh siapa bimbingan dan penyuluhan dilaksanakan, di sekolah banyak terjadi diberikan kepada guru-guru senior, guru-guru yang mau pensiun, guru mata pelajaran yang kurang jam mengajarnya untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Guru-guru ini jelas sebagian besar tidak menguasai dan memang tidak dipersiapkan untuk menjadi Guru Pembimbing. Kesan yang tertangkap di masyarakat terutama orang tua murid Bimbingan Penyuluhan tugasnya menyelesaikan anak yang bermasalah. Sehingga ketika orang tua dipanggil ke sekolah apalagi yang memanggil Guru Pembimbing, orang tua menjadi malu, dan dari rumah sudah berpikir ada apa dengan anaknya, bermasalah atau mempunyai masalah apakah. Dari segi pengawasan, juga belum jelas arah dan pelaksanaan pengawasannya. Selain itu dengan pola yang tidak jelas tersebut mengakibatkan:

1. Guru BP (sekarang Konselor Sekolah) belum mampu mengoptimalisasikan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap siswa yang menjadi tanggungjawabnya. Yang terjadi malah guru pembimbing ditugasi mengajarkan salah satu mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Kesenian, dsb.nya.
2. Guru Pembimbing merangkap pustakawan, pengumpul dan pengolah nilai siswa dalam kelas-kelas tertentu serta berfungsi sebagai guru piket dan guru pengganti bagi guru mata pelajaran yang berhalangan hadir.
3. Guru Pembimbing ditugasi sebagai “polisi sekolah” yang mengurusi dan menghakimi para siswa yang tidak mematuhi peraturan sekolah seperti terlambat masuk, tidak memakai pakaian seragam atau baju yang dikeluarkan dari celana atau rok.
4. Kepala Sekolah tidak mampu melakukan pengawasan, karena tidak memahami program pelayanan serta belum mampu memfasilitasi kegiatan layanan bimbingan di sekolahnya,
5. Terjadi persepsi dan pandangan yang keliru dari personil sekolah terhadap tugas dan fungsi guru pembimbing, sehingga tidak terjalin kerja sama sebagaimana yang diharapkan dalam organisasi bimbingan dan konseling. 
Kondisi-kondisi seperti di atas, nyaris terjadi pada setiap sekolah di Indonesia.
 
C. Lahirnya Pola 17
SK Mendikbud No. 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya terdapat hal-hal yang substansial, khususnya yang menyangkut bimbingan dan
konseling adalah :
1. Istilah “bimbingan dan penyuluhan” secara resmi diganti menjadi “bimbingan dan konseling.”
2. Pelaksana bimbingan dan konseling di sekolah adalah guru pembimbing, yaitu guru yang secara khusus ditugasi untuk itu. Dengan demikian bimbingan dan konseling tidak dilaksanakan oleh semua guru atau sembarang guru.
3. Guru yang diangkat atau ditugasi untuk melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling adalah mereka yang berkemampuan melaksanakan kegiatan tersebut; minimum mengikuti penataran bimbingan dan konseling selama 180 jam.
4. Kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan pola yang jelas :
a. Pengertian, tujuan, fungsi, prinsip dan asas-asasnya.
b. Bidang bimbingan : bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir
c. Jenis layanan : layanan orientasi, informasi, penempatan/penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok dan konseling kelompok.
d. Kegiatan pendukung : instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah dan alih tangan kasus. Unsur-unsur di atas (nomor 4) membentuk apa yang kemudian disebut “BK Pola-17”
5. Setiap kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan melalui tahap :
a. Perencanaan kegiatan
b. Pelaksanaan kegiatan
c. Penilaian hasil kegiatan
d. Analisis hasil penilaian
e. Tindak lanjut
6. Kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan di dalam dan di luar jam kerja sekolah.
Hal-hal yang substansial di atas diharapkan dapat mengubah kondisi tidak jelas yang sudah lama berlangsung sebelumnya. Langkah konkrit diupayakan seperti :
1. Pengangkatan guru pembimbing yang berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling.
2. Penataran guru-guru pembimbing tingkat nasional, regional dan lokal mulai dilaksanakan.
3. Penyususnan pedoman kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah, seperti :
a. Buku teks bimbingan dan konseling
b. Buku panduan pelaksanaan menyeluruh bimbingan dan konseling di sekolah
c. Panduan penyusunan program bimbingan dan konseling
d. Panduan penilaian hasil layanan bimbingan dan konseling
e. Panduan pengelolaan bimbingan dan konseling di sekolah
4. Pengembangan instrumen bimbingan dan konseling
5. Penyusunan pedoman Musyawarah Guru Pembimbing (MGP)
 
Dengan SK Mendikbud No 025/1995 khususnya yang menyangkut bimbingan dan konseling sekarang menjadi jelas : istilah yang digunakan bimbingan dan konseling, pelaksananya guru pembimbing atau guru yang sudah mengikuti penataran bimbingan dan konseling selama 180 jam, kegiatannya dengan BK Pola-17, pelaksanaan kegiatan melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, penilaian, analisis penilaian dan tindak lanjut.
Pelaksanaan kegiatan bisa di dalam dan luar jam kerja. Peningkatan profesionalisme guru pembimbing melalui
Musyawarah Guru Pembimbing, dan guru pembimbing juga bisa mendapatkan buku teks dan buku panduan.
Pola umum Bimbingan dan Konseling di Sekolah ; BK POLA 17 (Prayitno,1999) dapat digambarkan sebagi berikut :
Penjelasan diagram di atas :
1. Seluruh kegiatan bimbingan dan konseling (BK) didasari satu
pemahaman yang menyeluruh dan terpadu tentang wawasan
WAWASAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Bim. Pribadi 
Bim. Sosial Bim. 
Belajar 
Bim. Karir 
Layanan Orientasi
Layanan Informasi
Layanan Penemp/Penyal
Layanan Pembeljrn
Layanan Kons. Kelp
Layanan Bim. Kelp
Layanan Kons. Perorg
Instrumentasi BK
Himpunan Data
Kunjungan Rumah
Konferensi Kasus
Alih TanganKasus

Dasar Bimbingan dan Konseling yang meliputi pengertian, tujuan, fungsi, prinsip, dan asas-asas BK.
 
2. Kegiatan Bimbingan dan Konseling secara menyeluruh meliputi empat bidang bimbingan, yaitu bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karir.
3. Kegiatan Bimbingan dan Konseling dalam keempat bidang bimbingannya itu diselenggarakan melalui tujuh jenis layanan, yaitu layanan orientasi, informasi, penempatan/penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok dan konseling kelompok.
4. Untuk mendukung ketujuh jenis layanan itu diselenggarakan lima jenis kegiatan pendukung, yaitu instrumentasi bimbingan dan konseling, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, dan alih tangan kasus.

D. Penyempurnaan dari Pola 17 yaitu POLA 17 PLUS Pengembangan dan penyempurnaan dari Pola 17 (Prayitno, 2006) yaitu penambahan pada bidang bimbingan, jenis layanan dan kegiatan pendukung. Pola 17 Plus menjadi :
a. Keterpaduan mantap tentang pengertian, tujuan, fungsi, prinsip dan asas serta landasan BK (Wawasan Bimbingan dan Konseling: fungsi ditambah satu yaitu fungsi advokasi).
b. Bidang Pelayanan BK meliputi :
B.1. Bidang Pengembangan Pribadi
B.2. Bidang Pengembangan Sosial
B.3. Bidang Pengembangan Kegiatan Belajar
B.4. Bidang Pengembangan Karir
B.5. Bidang Pengembangan Kehidupan Berkeluarga
B.6. Bidang Pengembangan Kehidupan Beragama
c. Jenis Layanan BK meliputi :
L.1. Layanan Orientasi (Orin)
L.2. Layanan Informasi (Info)
L.3. Layanan Penempatan dan Penyaluran (PP)
L.4. Layanan Penguasaan Konten (PKO)
L.5. Layanan Konseling Perorangan (KP)
L.6. Layanan Bimbingan Kelompok (BKp)
L.7. Layanan Konseling kelompok (KKp)
L.8. Layanan Konsultasi (KSI)
L.9. Layanan Mediasi (MED)
d. Kegiatan Pendukung BK
P.1. Aplikasi Instrumentasi (AI)
P.2. Himpunan data (HD)
P.3. Konferensi Kasus (KK)
P.4. Kunjungan Rumah (KR)
P.5. Tampilan Kepustakaan (TKp)
P.6. Alih Tangan Kasus (A.Tk)
Untuk pelaksanaan di sekolah bidang bimbingannya tetap empat yaitu bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar dan sosial. Pola BK 17 Plus (menurut pemikiran kami), dapat digambarkan sebagai berikut :
WAWASAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Bim. Pribadi 
Bim. Sosial 
Bim. Belajar 
Bim. Karir
Layanan Orientasi
Layanan Informasi
Layanan Penemp/Penyal
Layanan Peng. Konten
Layanan Konsultasi
Layanan Kons. Kelp
Layanan Bim. Kelp
Layanan Kons. Perorg
Layanan Mediasi
Instrumentasi BK
Himpunan Data
Tampilan Kepustakaan
Konferensi Kasus
Alih Tangan Kasus
Kunjungan Rumah

Walaupun sudah ada pola yang jelas pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah belumlah semulus dan lancar seperti yang diharapkan. Hal ini banyak penyebabnya dan akan dibahas lebih lanjut pada bab berikutnya. Satu hal diantarnya yang menjadikan “kebingungan’ di lapangan, pemikiran bahwa: BK Pola 17 saja belum mapan dan mantap sudah dikembangkan BK Pola 17 Plus bahkan BK Pola 17 Plus-plus (45) yaitu Spektrum Profesi Konseling.(Pengembangan dari Dasar Stadardisasi Profesi
Konseling). Sedangkan dalam Standar Komptensi Konselor Indonesia (SKKI, 2005) istilah yang dipakai tetap dengan nama Bimbingan dan Konseling, pola pelaksanaan tidak secara tegas dinyatakan sebagai BK Pola 17, di sana lebih berorientasi kepada perkembangan.

PUSTAKA
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia, 2005, Standar Kompetensi Konselor Indonesia, Pengurus Besar ABKIN Periode 2005-2009.
Depdiknas, 2004, Dasar Stadardisasi Profesi Konseling, Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi (Dit. PPTK & KPT) Ditjen Dikti, Depdiknas.
Proyitno, 1999, Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Draft
Prayitno, Sunaryo Kartadinata, Ahman, 2002, Profesi dan Organisasi Profesi Bimbingan dan Konseling, Departemen Pendidikan NasionalDirektorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat
SLTP.
Proyitno, 2006, Spektrum dan Keprofesian Profesi Konseling, Jurusan